BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akuntan Publik
adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di
Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan
jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit
khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi,
jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan
keuangan.
Kode Etik
Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus
diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya
Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf
profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang
bekerja pada satu Kantor Akuntan Publik (KAP).
Akuntansi manajemen adalah disiplin
ilmu yang berkenaan dengan penggunaan informasi akuntansi oleh para manajemen
dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan penghitungan biaya produk,
perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan keputusan.
Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan
bisnis dan mendorong munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan
persaingan yang cukup tajam di dalam dunia bisnis. Hampir semua usaha bisnis
betujuan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya (profit-making) agar
dapat meningkatkan kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan
usahanya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan.
Walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan
berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis itu sendiri.
Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila
ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis.
Prinsip-prinsip etis dalam berbisnis adalah merupakan suatu hukum yang mengatur
kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem
pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis tersebut.
Dalam prinsip ini terdapat tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan
bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan
tujuan kegiatan bisnis.
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kode etik
profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap
individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus lebih dijaga daripada
kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi
akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis
oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan kepentingan banyak pihak yang
terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan pada beberapa pihak tertentu
saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang
harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus
mengikat profesi akuntan.
Profesi akuntan yang selama ini mendapat
kepercayaan publik untuk melindungi kepentingannya justru dianggap telah
mengkhianati janjinya, yang mengawali kehadiran profesi ini di tengah publik.
Publik melihat bahwa hal ini bukan merupakan business failures melainkan
audit failures, yaitu terjadinya kegagalan auditor dalam melaksanakan
audit. Artinya audit yang dilakukan tidak sesuai dengan standard audit yang
telah ditetapkan.
Dengan demikian salah satu contoh skandal yang
berasal dari Indonesia adalah PT Great
River Internasional Tbk. Perusahaan yang bergerak dibidang industri pakaian jadi berkualitas tinggi. Perusahaan
tersebut melakukan rekayasa laporan keuangan dalam hitungan miliaran. Sebagai
reaksi atas kasus tersebut Bapepam dan BEI juga mewajibkan penerapan Good
Corporate Governance (GCG) bagi perusahaan-perusahaan yang telah menjual
sahamnya di Bursa efek.
Fenomena yang terpapar menunjukkan bahwa laporan
keuangan telah gagal untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan
keuangan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang
sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan
dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi
diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya
tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Kualitas
laba khususnya dan kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi
mereka yang menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak
pengambilan keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003).Untuk mengetahui
lebih lanjut kasus-kasus yang terjadi terkait hal ini, kami mengkhususkan
pembahasan skandal yang terjadi pada PT Great River International Tbk
1.2 Tujuan
1.
Mengetahui
kasus yang terjadi pada PT Great River Internasional Tbk
2.
Mengaanlisis
bentuk-bentuk pelanggaran kode etik profesi akuntansi publik dan akuntansi
manajemen pada kasus PT Great River Internasional Tbk
3.
Memberikan
solusi terhadap kasus yang terjadi pada PT Great River Internasional.
BAB II
LANDASAN TEORI
Masalah
Etika
Dari
sudut pandang etika, etika dapat dilihat dari dua hal yaitu etika
sebagai praksis dan etika sebagai ilmu atau tata susila. Etika
sebagai praksis ialah nilai-nilai dan norma-norma moral baik yang
dipraktikan ataupun tidak dipraktikan walaupun seharusnya dipraktikan. Dengan
maksud bahwa dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
Sedangkan etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran
atau penilaian moral yang bias mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran
terhadap moralitas tersebut bersifat kritis metodis dan sistematis. Konspirasi adalah sebuah permufakatan yang dilakukan secara bersama-sama yang
sifatnya ilegal atau tidak sah, melanggar atau bersifat subversif.
Masalah
yang dilakukan oleh PT Great River International Tbk merupakan masalah yang
sudah jelas melanggar etika. Kejahatan yang telah dilakukan tidak hanya
ilegal,tetapi juga memberikan dampak negatif yang sangat buruk bagi pihak
internal maupun eksternal. Mereka tidak hanya berbohong dan menunjukkan bentuk
ketidakjujuran, tetapi perusahaan telah mempertaruhkan banyak pekerja yang
hidupnya bergantung pada perusahaan. Pihak internal pada kasus ini memanipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan
account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan
keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan
arus kas dan gagal dalam membayar utang laba perusahaan. Dibenarkan dengan
fakta bahwa pihak setempat mengetahuinya dengan sadar melakukan penipuan
tersebut berlandaskan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari hasil pemalsuan
laporan keuangan PT Great River International Tbk.
Teori-Teori
Etika
Etika
memiliki beberapa teori-teori etika yang harus dipahami dan dimengerti oleh
seluruh para akuntan. Di sisi lain kita juga harus terlebih dahulu mengetahui
apa yang dimaksud dengan teori dan apa hubungannya dengan ilmu. Suatu
pengetahuan tentang suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin ilmu bila
pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan sebuah teori tentang objek yang
dikaji. Sehingga teori merupakan tulang punggung dari suatu ilmu. Ilmu pada
dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala
alam dan sosial yang
memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala
tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Sedangkan teori adalah pengetahuan
ilmu yang menjelaskan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin
keilmuan. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis
tentang adat kebiasaan,
nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak
baik.
Dengan
perkembangan zaman yang cepat pada teori-teori etika pun makin bertambah dan
kian terus berkembang. Berikut ini adalah beberapa teori-teori etika yang telah
ada:
1.
Egoisme
Dalam
teori egoisme terdapat dua konsep, yaitu egoisme psikologis dan egoisme
etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat pada diri sendiri atau
biasanya disebut dengan selfish. Menurut teori ini, seseorang boleh yakin bahwa
ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban. Namun, semua
tindakan yang terkesan luhur dan tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah
ilusi saja. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri.
Sehingga menurut teori ini tidak ada tindakan yang sesungguhnya itu bersifat altruisme.
Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau
mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya.
Pada egoisme
etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri atau
biasa disebut dengan self-interest. Jika menolong orang lain dianggap sebagai
tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain
tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain
sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri. Inti dari paham Egoisme
etis adalah bahwa jika ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka
keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar,
yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu
menguntungkan diri sendiri.
2.
Utilitarianisme
Menurut
teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi
sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan
dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu apakah memberi manfaat atau tidak. Teori utilitarianisme lebih
melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak seperti halnya kepentingan
bersama dan kepentingan masyarakat.
3.
Deontologi
Deontologi
merupakan teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi atau
tujuan dari tindakan tersebut. Paham deontologi menyatakan bahwa etis tidaknya
suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau
akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi
pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan
tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi
alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan hanya karena kita wajib
melaksanakan tindakan tersebut demi kewajiban itu sendiri. Perspektif
deontologis tidak mementingkan konsekuensi. Hal yang penting adalah bahwa
keputusan dibuat untuk alasan yang tepat.
4.
Teori Hak
Menurut
teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau
tindaka tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Teori hak
merupakan suatu aspek teori dari deontology karena hak tidak dapat dipisahkan
dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka
sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak
sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua
manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi manusia didasarkan atas
beberapa sumber otoritas dibagi menjadi 3 yaitu hak hokum atau legal, hak moral
atau kemanusiaan, dan hak kontraktual. Hak legal adalah hak yang didasarkan
atas system atau yurisdiksi hukum suatu negara, dimana sumber hukum tertinggi
suatu Negara adalah Undang-Undang Dasar Negara yang bersangkutan. Hak moral
dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus
dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak
kontraktual mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak
bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5.
Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Teori ini
dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki
oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara
moral dinilai baik. Sifat keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis,
yaitu kejujuran, keadilan (fairness), kepercayaan dan keuletan.
6.
Teori Etika Etonom
Teori
etika teonom dilandasi oleh filsafat Kristen yang mengatakan bahwa karakter
moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan
kehendak Tuhan. Tujuan tertinggi umat manusia selain tujuan hidup di dunia
adalah kebahagiaan rohani (akhirat). Perilaku manusia secara moral dianggap
baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dinggap tidak
baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Tuhan sebagaimana telah
dituangkan dalam kitab suci. Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak
mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan oleh Tuhan potensi
kecerdasan yang tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan
spiritual, atau apapun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional.
Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi kecerdasan tak
terbatas dimanfaatkan
Kode Etik Ikatan Akuntansi
Indonesia
Etika
Profesional yang mengatur perilaku akuntan yang menjalankan praktik akuntan
public di Indonesia. Pada tahun 1998, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI)
merumuskan etika profesional baru yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntansi
Indonesia. Etika profesional baru ini berbeda dengan etika profesional yang
berlaku dalam tahun- tahun sebelumnya. Kode etik IAI ini dikembangkan dengan
struktur baru. Kompartemen yang dibentuk dalam organisasi IAI terdiri dari 4
macam yaitu Kompartemen Akuntan Publik; Kompartemen Akuntan Manajemen;
Kompartemen Akuntan Pendidik; Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Masing- masing
kompartemen digunakan untuk mengorganisasi anggota IAI yang berprofesi sebagai
Akuntan Publik, Manajemen, Pendidik, serta Akuntan Sektor Publik. Sebagai induk
organisasi, IAI merumuskan Prinsip Etika yang berlaku umum untuk semua anggota
IAI. Untuk profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik menerbitkan
Aturan Etika untuk kompartemen Akuntan Publik. Aturan Etika tersebut kemudian
dijabarkan dalam Interprestasi Aturan Etika oleh Pengurus Kompartemen Akuntan
Publik. Empat
kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1.
Kredibilitas
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan
sistem informasi.
2.
Profesionalisme.
Diperlukan individu yang dengan jelas dapat
diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang
akuntansi.
3.
Kualitas Jasa.
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang
diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
4.
Kepercayaan.
Pemakai
jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional
yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. Berikut uraian penjelasan kode etik ikatan
akuntansi Indonesia yang terdiri dari 8 diantaranya ialah:
1.
Tanggung Jawab profesi
Dalam
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut,
anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan
masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya
sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
2.
Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu
profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan
yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor,
dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan
institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan
ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan
utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa
jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan
persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan
semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas
kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus
menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3.
Integritas
Integritas
adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional.
Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan
patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas
mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus
terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4.
Obyektivitas
Setiap
anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu
kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan
atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai
situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan,
serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan
sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam
kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah.
Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang
yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus
melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan
konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi
diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak
menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka
miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu
tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan
pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus
dipenuhinya.
6.
Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahaasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi
menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan
didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban
kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh
selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota
mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau
pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien
atau pemberi jasa berakhir.
7.
Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban
untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi
oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak
ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8.
Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus
ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan
perundang-undangan yang relevan.
Etika Profesional Akuntan
Manajemen
Kebiasaaan
beretika adalah sangat penting dalam menjalankan perekonomian kita telah memicu
berbagai perubahan peraturan dan permintaan perundang-undangan baru. Dalam
perekonomian yang baru, digital, dan berbasis kepercayaan, kepentingan sangat
dijunjung tinggi. Kejujuran perusahaan, yang diwujudkan dalam merek dan
reputasi, meningkatkan kepercayaan pelanggan, karyawan dan investor. Pengalaman
menunjukkan bahwa aset semacam ini harus dibangun lama dan penuh pengorbanan,
namun cepat dapat hilang dalam sekejap, dan jika hilang, maka kehilangan
segalanya. Akhirnya, untuk kebaikan semua orang termasuk perusahaan pencetak
laba adalah sangat penting untuk menjalankan bisnis dalam kerangka etika yang
membangun dan menjaga kepercayaan. Ada empat
standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:
1.
Kompetensi
Artinya,
akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti
hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap
berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
·
Menjaga tingkat kompetensi
profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
·
Melakukan tugas sesuai dengan
hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.
·
Mampu menyiapkan laporan yang
lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta dapat diandalkan.
2.
Kerahasiaan (Confidentiality)
Mengharuskan
seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali
ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
·
Mampu menahan diri dari
mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali ada
izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
·
Menginformasikan kepada bawahan
mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat menghindari bocornya
rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga pemeliharaan
kerahasiaan.
·
Menghindari diri dari
mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi maupun
kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.
3.
Integritas (Integrity)
Mengharuskan
untuk menghindari “conflicts of interest”, menghin dari kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka
terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika. Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan
memiliki tanggung jawab untuk:
·
Menghindari adanya konflik akrual
dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari potensi konflik.
·
Menahan diri dari agar tidak
terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka dalam
menjalankan tugas
secara etis.
·
Menolak berbagai hadiah, bantuan,
atau bentuk sogokan lain yang dapat mempengaruhi tindakan mereka.
·
Menahan diri dari aktivitas
negatif yang dapat menghalangi dalam
pencapaian tujuan organisasi.
·
Mampu mengenali dan mengatasi
keterbatasan profesional atau kendala lain yang dapat menghalagi penilaian
tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.
·
Mengkomunikasikan informasi yang
tidak menguntungkan serta yang menguntungkan dalam penilaian profesional.
·
Menahan diri agar tidak terlibat
dalam aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan profesi.
4.
Objektivitas (Objectifity)
Mengharuskan
para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif,
mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang
diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan
rekomendasi yang ditampilkan. Praktisi
manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
·
Mengkomunikasikan atau
menyebarkan informasi yang cukup dan objektif.
·
Mengungkapkan semua informasi
relevan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman akan laporan atau rekomendasi
yang disampaikan.
BAB III
PAPARAN KASUS
Sekilas
Tentang PT. Great River International Tbk
PT Great
River International Tbk merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas tinggi
dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International didirikan oleh Sukanta
Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River
Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great
River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami
perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa
kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002
untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International
mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan
PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh
Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari
Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih
sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Direktur Utama Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan
keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Kronologis
Kasus
Akuntan
Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta mulai menjadi auditor Great River sejak
2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada
Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen
dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian
Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman
tersebut.
Kasus
Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT Bank
Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50
miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja;
dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari
Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi
tersebut default dan kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus
default atau gagal, sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian
kredit itu diduga kuat melawan hukum.
Kronologi Kasus 23 Nopember 2005
Sejak Agustus 2005, Bapepam
menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku
2003. Bapepam telah menemukan adanya:
1.
Overstatement atas penyajian akun
penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan Great River Internasional per 31 Desember 2003; dan
2.
Penambahan aktiva tetap
perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi,
yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Ketua
Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi
dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus
Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi
dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam
pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus Great River Internasional ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan
Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi
penegak hukum terkait.
29 Maret 2006
ECW Neloe
Direktur Utama Bank
Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait
kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa
dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.
17 Mei 2006
Sunyoto
Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak di ketahui
hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan
surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
28 November 2006
Menteri
Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan
izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi
tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River)
tahun 2003.
Selama
izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan
pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit
kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin
Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap
bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi
ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menteri keuangan ini
merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang
membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen
Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor
423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa Akuntan Publik
dikenakan sanksi pembekuan izin apabila Akuntan Publik yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan
keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
04 esember 2006
Pengumuman oleh PT Bursa Efek
Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi kriteria delisting
dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
·
Untuk tanggal yang berakhir pada
31 Desember2004 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada
30 Juni 2005
·
Untuk tanggal yang berakhir pada
31 Desember2005 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada
30 Juni 2006
08 Desember 2006
Kasus
Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto,
Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account
penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River.
Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan
kasus penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan
Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam
kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya.
Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam
penyajian laporan keuangan Great River itu.
Fuad
hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan
perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa
dalam tugasnya. “Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,” katanya. Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam
menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku
2003. Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai
tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan
adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam
menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan
dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva
tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas.
Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan
gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar. Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar,
menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi
laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan public.
20 Desember 2006
Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus
penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20
Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja.
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan
Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan
keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka
02 April 2007
Menunjuk
Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005
mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua)
tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak
berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan
dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat dimana belum
terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada
Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan
Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka
III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan
ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami
sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini :
1.
Mengalami kondisi atau peristiwa,
yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha
Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap
kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan
Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai;
2.
Saham Perusahaan Tercatat yang
akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di pasar
Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
3.
Atas dasar hal
tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT
Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007.
Atas
dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan
Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei
2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan
penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban
penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa
berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta
Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan
2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun
triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan
(ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.
Pihak-Pihak yang Terlibat dalam
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan
1.
PT Great River International Tbk
PT Great
River International Tbk didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja
pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada
tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT
Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini
ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney
dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai
tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan
dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke
Pengadilan Niaga.
Permohonan
PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh
Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari
Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving
Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT
Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan
jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355.
Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih
sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama
tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian
dikemukakan Direktur Utama Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan
keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
2.
Kantor Akuntan Publik Justinus
Aditya Sidharta, Aryanto, Amir Jusuf, Mawar dan Rekan
Pada
tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk
mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)
untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi
Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan pelaksanaan
kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang
dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada November 2005. Selain itu,
RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang
perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham
perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan dengan
konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan.
Akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit
laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul
setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar
rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut
akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan
investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa
laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka.
3.
BAPEPAM-LK dan BEI
Badan
Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga atau otoritas tertinggi di
pasar modal yang melakukan pengawasan
dan pembinaan atas pasar modal. Bapepam-LK sebagai regulator dalam bidang pasar
modal, berwenang mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap
Undang-Undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaanya.
Bursa
Efek Indonesia (BEI) merupakan pusat transaksi capital market indonesia. BEI
merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya. Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan
untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek
Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivative. Bursa penggabungan ini mulai
beroperasi pada 1 Desember 2007.
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyebab
Terjadinya Kasus PT. Great River International Tbk
Penyalahgunaan
dana penawaran umum ini disebabkan karena adanya kelemahan dalam
pengendalian internal PT Great
River. Akibat lemahnya pengendalian internal tersebut pihak menajemen hanya
merealisasikan sebagian kecil dana hasil penawaran umum, sedangkan selebihnya
diduga diselewengkan oleh pihak manajemen. Selain itu manipulasi laporan keuangan juga
disebabkan oleh pihak internal yang dengan sengaja melakukan manipulasi guna
mempercantik angka-angka dalam laporan keuangan agar menarik investor yang akan
membeli saham PT Great River.
Akuntan
Publik yang mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional Tbk tahun
2003 menyatakan adanya alasan dugaan overstatement atau kelebihan pencatatan
karena pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda dari
ketentuan yang ada. Awalnya, perusahaan
ini menerima pesanan pakaian dari luar negeri dimana bahan baku untuk pembuatan
pakaian tersebut telah disediakan dari pihak pemesan barang. Dengan demikian,
pihak penerima pesanan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku
tersebut. Pada kenyataannya, pihak penerima pesanan pakaian tersebut tetap
mencantumkan harga bahan baku, aksesoris, ongkos kerja dan laba perusahaan
serta menjumlahkanya ke dalam nilai ekspor pada saat pesanan tersebut dikirim.
Pada dasarnya, tugas seorang akuntan publik adalah mengoreksi
kesalahan-kesalahan pencatatan laporan keuangan dari pihak kliennya. Akan
tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap kelebihan pencatatan (overstatement)
penjualan PT. Great
River karena pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan perusahaan
tersebut sesuai dengan metode pencatatan periode sebelumnya.
Justinus
menyatakan metode pencatatan seperti itu bertujuan untuk menghindari dugaan
dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba bersih tidak berbeda
dengan yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan
Justinus yang telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai
menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa
akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian
account.
Kode-kode
Etik yang Dilanggar
Berikut
ini adalah analisis kasus PT Great River International Tbk menurut beberapa
teori-teori etika yang telah ada:
1.
Egoisme
Jika dilihat dari teori egoisme etis, tindakan
yang dilakukan oleh para pelaku dianggap benar karena mereka melakukan tindakan
itu untuk menolong dan menguntungkan diri mereka sendiri.
2.
Utilitarianisme
Jika dilihat dari teori utilitarianisme, tindakan
para pihak yang bersangkutan atas kasus PT Great River International Tbk
dianggap tidak benar karena tindakan yang mereka lakukan banyak merugikan pihak
tanpa melihat kerugiannya atau dampaknya atas perbuatan tersebut kepada
kesejahteraan masyarakat.
3.
Deontologi
Jika dilihat dari teori deontologi, keputusan yang
diambil oleh para pelaku tidak tepat karena kewajiban moral seorang manajemen
puncak adalah untuk memajukan perusahaan bukan untuk merugikan perusahaan. Hal
yang seharusnya paling diutamakan perusahaan adalah memberikan sesuatu
kewajiban moral yang mewajibkan tanpa adanya syarat.
4.
Teori Hak
Jika dilihat dari teori hak, tindakan yang
dilakukan para pelaku jelas telah melanggar hak para pemegang saham dengan
mereka memanipulasi laporan keuangan demi keuntungan pribadi. Hak yang
seharusnya didapat oleh para pemegang saham dan investor ataupun pihak lainnya
tidak dipenuhi oleh PT Great River International Tbk.
5.
Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Jika dilihat dari teori keutamaan, tindakan yang
telah dilakukan oleh para pelaku dianggap tidak benar karena para pelaku
tersebut tidak memiliki sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang
pelaku bisnis. Sifat-sifat yang dimiliki pada pelaku bisnis kenyataannya jauh
dari sifat keutamaan yang seharusnya dimiliki.
6.
Teori Etika Etonom
Jika dilihat dari teori etika etonom, para pelaku
hanya mementingkan kebahagiaan duniawi tanpa memperdulikan tujuan tertinggi
hidup umat manusia, yaitu akhirat (kebahagiaan rohani). Hal tersebut mungkin
disebabkan oleh kurangnya pendidikan para pelaku tentang modal spiritual (SQ)
yang penting untuk membangun kecerdasan tak terbatas yang baik agar menjadi
pribadi yang memiliki hati nurani yang dapat mencegah seorang individu
melakukan yang tidak baik.
Kode Etik
Akuntan Publik Yang Dilanggar
Berikut
uraian penjelasan kode etik akuntan public yang dilanggar yaitu terdiri dari 8
diantaranya ialah:
1.
Tanggung Jawab profesi
Terkait dengan kasus PT Great River International
Tbk berhubung dengan kode etik tanggung jawab profesi, terlihat bahwa seorang
akuntan dan beserta anggota timnya tidak bertanggung jawab atas profesinya
sebagai akuntan. Pada kasus ini tidak terlihat seorang akuntan memeliharan dan
meningkatkan tradisi profesinya dengan baik yang seharusnya memelihara
kepercayaan para pemegang saham atas jasa yang diberikannya.
2.
Kepentingan Publik
Auditor dan selaku akuntan PT Great River
International Tbk yaitu Justinus Aditya Sidharta sama sekali tidak melakukan
yang sepenuhnya untuk kepentingan publik. Pada kasus ini Justinus Aditya
Sidharta malah mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri dibanding
kepentingan publik seutuhnya. Terlihat bahwa Justinus tidak memiliki sikap
tanggung jawab profesionalisme dengan integritas yang tinggi sebagai
akuntan PT Great River International Tbk.
3.
Integritas
Bila dilihat menurut kode etik ini pada kasus PT
Great River International Tbk , terlihat sangat jelas bahwa PT Great River
selaku perusahaan tidak memiliki integritas atas menjalani kegiatan bisnis
perusahaannya sehingga mengorbankan banyak karyawan dan para investor. Selaku
auditor pun juga tidak berprilaku sesuai dengan kode etik ini karena telah
melakukan penipuan atau kecurangan pada laporan keuangan PT Great River
International Tbk.
4.
Obyektivitas
PT Great River International Tbk pada kasusnya
tidak berlaku adil dan memihak kepada salah satu auditor yang bekerja pada
perusahaannya. PT Great River melakukan kecurangan dengan melakukan perencanaan
bersama auditornya untuk memberikan keuntungan terhadap mereka. Justinus selaku
auditor mengakui bahwa hal yang dilakukannya ini adalah hal yang disadarinya
dan disengaja karena ingin menambahkan nominal di beberapa aset untuk
menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba
bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Justinus Aditya Sidharta tidak menggunakan jasanya
dengan hati-hati malah menyalahgunakan profesinya sebagai akuntan PT Great
River International Tbk. Justinus tidak memberikan klien informasi yang kompeten dan komperehensif
dengan ketekunan ilmu yang dia miliki dengan disesuaikan informasi yang berlaku
dengan sekarang. Sehingga terlihat bahwa Justinus tidak mematuhi peraturan
sebagai auditor yaitu harus kompetensi dan hati-hati atas profesinya.
6.
Kerahasiaan
Pada kasus PT Great River International Tbk, kode
etik kerahasiaan yang diterapkan malah menyimpang dengan aturan yang sebenarnya
harus dipatuhi agar tidak dilanggar. PT Great River melakukan kerahasiaan
tetapi kerahasiaan dalam konteks yang berbeda. Kerahasiaan yang dilakukannya
bukannya menguntungkan pihak klien
malah kenyataannya sebaliknya. Selaku auditornya pun terlibat karena dia yang
meberikan jasanya kepada klien atas
kasus ini. Dengan begitu, terlihat bahwa auditor PT Great River International
Tbk melanggar kode etik pada kerahasiaan.
7.
Perilaku Profesional
Tindakan yang dilakukan perusahaan dan auditor pada
kasus PT Great River International Tbk menurut pandangan kode etik ini
sangatlah tidak profesional. Mereka tidak berperilaku profesional yang
seharusnya seorang akuntan berperilaku profesional pada kliennya. Tidak ada
sama sekali rasa tanggung jawab dari diri mereka sendiri atas jasa yang mereka
berikan terhadap kliennya.
8.
Standar Teknis
Standar teknis yang seharusnya relevan dan bersifat
profesional pada PT Great River International Tbk jauh dari kodek etik
tersebut. Selaku auditor sama sekali tidak memberikan jasanya dengan relevan
kepada kliennya atas pemeriksaan laporan keuangan PT Great River International
Tbk.
Kode Etik Akuntan Manajemen
Yang Dilanggar
1.
Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas
dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Justinus selaku
auditor PT Great River International Tbk menyatakan bahwa metode pencatatan
yang ia lakukan pada Laporan Keuangan bertujuan untuk menghindari dugaan
dumping dan sanksi perpajakan, sebab saldo laba bersih tidak berbeda dengan
yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan Justinus yang
telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai
menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa
akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian
account.
2.
Objektivitas.
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh
membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang
lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Lain dengan
pada kasus ini yang membiarkan profesionalitas sebagai seorang akuntan yang
melakukan penipuan terhadap Laporan Keuangan per 31 Desember PT Great River
International Tbk.
3.
Kompetensi profesional dan
kehati-hatian.
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban
untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan
pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima
jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik,
legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara
tekun serta mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara
tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam
memberikan jasa profesional. Akan tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi
terhadap kelebihan pencatatan (overstatement) penjualan PT.Great River
karena pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut
sesuai dengan metode pencatatan periode sebelumnya. Dengan begitu, akuntan yang
memiliki kewenangan di PT Great River Internasional Tbk ini tidak memelihara
dan memberikan pengetahuan yang dimiliki seorang akuntan dan juga keterampilan
untuk menjamin seorang klien atas menerima jasa profesional yang kompeten yang
didasarkan atas teknik terkini.
4.
Kerahasiaan.
Seorang akuntan profesional harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional
dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga
tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau
terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. Namun kerahasiaan yang
di dalam kasus PT Great River International Tbk ini malah disalahgunakan dengan
merahasiakan penipuan dalam melakukan rekayasa pada Laporan Keuangan per 31
Desember.
Dampak
Terjadinya Kasus PT. Great River International Tbk
Dampak
dari kasus ini adalah Great River memiliki kewajiban utang yang telah jatuh
tempo kepada karyawan sebesar Rp 34 miliar dan pihak lainnya. Disebabkan karena
tidak adanya modal kerja, selain itu karyawan tidak diberikan hak-hak karyawan
secara penuh akibat penghentian kegiatan operasional. Great River juga terbukti memiliki utang kepada CV
Duta Gemilang sebesar Rp 3,1 juta. Selain itu, Great River memilki utang kepada PT Jamsostek
sebesar Rp 32,5 miliar.
Kerugian
negara pun sebesar Rp 315 miliar karena kasus Great River ini. Kerugian negara
ini berasal dari akumulasi dari pembelian obligasi PT Great River senilai Rp 50
miliar dan pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi kepada
PT Great River sebesar Rp 265 miliar. Pada obligasi oleh Bank Mandiri
dinyatakan berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet.
Solusi
Sebagai
akuntan publik yang baik Justinus Aditya Sidharta seharusnya dalam melaksanakan
tugas dan kewajibannya tidak melanggar Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP)
dan dalam mengaudit laporan keuangan PT Great River International Tbk. harus
sama menggunakan metode pencatatan akuntansi dengan ketetuan yang ada dan tidak
berbeda. Walaupun pencatatan tersebut dapat menimbulkan dumping dan sanksi
perpajakan setidaknya laporaan audit yang dibuat disampaikan secara jujur dan
tidak ada indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan. Jadi, tidak
akan menimbulkan adanya dugaan overstatement penjualan dan juga tidak merugikan
pihak- pihak yang bersangkutan. Auditor
harus bersikap independen (tidak mudah dipengaruhi), karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan demikian ia tidak dibenarkan untuk
memihak. Auditor harus melaksanakan kewajiban untuk bersikap jujur tidak hanya
kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditor dan pihak
lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan yang telah di audit.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Akuntan
merupakan profesi dimana setiap profesi memiliki kode etik yang harus dijunjung
tinggi karena itu menjadi dasar utama untuk melaksanakan tugas dengan baik dan
benar serta memberi manfaat bagi orang lain. Dalam kasus PT Great River,
Akuntan Publik yang bersangkutan telah mencelakai kode etik akuntan, khusunya
mengenai independensi, integritas dan objektivitas. Akuntan Publik tersebut
telah membiarkan kesalahan yang ditemuinya dan tidak ada upaya untuk
memperbaikinya. Akibat kelalaian tersebut banyak pihak yang dirugikan karena
adanya kesalahan informasi yang di terima publik. Pelanggaran terhadap kode
etik seperti ini tidak hanya berimbas pada Akuntan Publik yang bersangkutan
saja, namun juga berimbas kepada seluruh Akuntan Publik. Publik dapat saja
memiliki persepsi yang negatif setelah kasus ini terhadap integritas,
objektivitas dan indpendensi auditor. Pembekuan terhadap izin Akuntan Publik
yang telah dilakukan oleh mentri keuangan adalah langkah tepat untuk
memperbaiki citra akuntan di mata publik, agar kepercayaan publik terhadap
profesi akuntan tetap terjaga demi keberlanjutan profesi ini
5.2 Saran
Akuntan
Publik harus mampu menjaga dan melaksanakan kode etik profesi sebagai akuntan
dalam kondisi dan situasi apapun. Akuntan Publik sebagai pihak ketiga yang
independen dalam memberikan opini tentang laporan keuangan perusahaan harus
mampu menjaga kepercayaan publik dengan melakukan pekerjaan berdasatakan
Standar Profesi Akuntan Publik sehingga profesi ini tetap menjadi profesi yang
penting di dalam perkonomian negara.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Kode etik
akuntan publik
Kode etik akuntan publik terdiri dari 8 yaitu :
1.
Tanggung Jawab profesi
2.
Kepentingan Publik
3.
Integritas
4.
Obyektivitas
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
6.
Kerahasiaan
7.
Perilaku Profesional
8.
Standar Teknis
Kode etik
akuntan manajemen
Kode etik akuntan manajemen terdiri
dari 4 yaitu :
1.
Integritas
2.
Objektivitas.
3.
Kompetensi profesional dan kehati - hatian.
4.
Kerahasiaan.
Kode Etik Akuntan Indonesia
Setiap manusia yang memberikan jasa dari pengetahuan dan keahliannya
pada pihak lain seharusnya memiliki rasa tanggung jawab pada pihak-pihak yang
dipengaruhi oleh jasanya itu.
Akuntan yang pemakaian gelarnya dilindungi oleh Undanng-Undang No.
34/1954 adalah profesi yang berdiri di atas landasan kepercayaan masyarakat.
Dengan demikian, dalam melaksanakan tugasnya akuntan harus mengutamakan
kepentingan masyarakat, pemerintah dan dunia usaha.
Kode Etik Akuntan Indonesia adalah pedoman bagi para anggota Ikatan
Akuntan Indonesia untuk bertugas secara bertanggung jawab dan objektif.
BAB I : KEPRIBADIAN
Pasal 1
(1)
Setiap
anggota harus selalu mempertahankan nama baik profesi dan menjujung tinggi
peraturan dan etika profesi serta hukum negara dimana ia melaksanakan
pekerjaannya.
(2)
Setiap
anggota harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan
tugasnya. Dengan mempertahankan integritas, ia akan bertindak jujur, tegas dan
tanpa pretensi. Dengan mempertahankan objektivitas, ia akan bertindak adil
tanpa dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan
pribadinya.
PASAL II : KECAKAPAN PROFESIONAL
Pasal 2
(1)
(a) seorang
anggota harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar teknis dan
profesional yang relevan.
(b) Jika seorang anggota
memperkerjakan staf dan ahli lainnya untuk pelaksanakan tugas profesionalnya,
ia harus menjelaskan kepada mereka, keterikatan akuntan pada kode etik. Dan ia
tetap bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut secara keseluruhan. Ia juga
berkewajiban untuk bertindak sesuai dengan kode etik, jika ia memilih alhli
lain untuk memberi saran atau bila merekomendasikan ahli lain itu kepeda
kliennya.
(2) Setiap anggota harus
meningkatkan kecakapan profesionalnya, agar mampu memberikan manfaat optimum
dalam pelaksanaan tugasnya.
(3) setiap anggota harus
menolak setiap penugasan yang tidak akan dapat diselesaikan.
Pasal 3
Setiap anggota yang tidak bekerja
sebagai akuntan publik tidak boleh memberikan pernyataan pendapat akuntan,
kecuali bagi akuntan yang menurut perundang-undangan yang berlaku harus
memberikan pernyataan pendapat akuntan.
BAB III : TANGGUNG JAWAB
Pasal 4
Setiap anggota harus menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam tugasnya. Dan tidak boleh terlibat
dalam pengungkapan dan pemanfaatan informasi tersebut, tanpa seizin pihak yang
memberi tugas, kecuali jika hal itu dikehendaki oleh norma profesi, hukum atau
negara.
Pasal 5
Setiap anggota harus bisa
mempertanggungjawabkan mutu pekerjaan atau pelaksanaan tugasnya. Ia tidak boleh
terlibat dalam usaha atau pekerjaan lain pada saat yang bersamaan, yang bisa
menyebabkan penyimpangan objektivitas atau ketidak konsistensian dalam
pekerjaannya.
BAB IV : KETENTUAN KHUSUS
Pasal 6
Jika
terlibat dalam profesi akuntan publik, setiap anggota :
(1)
Harus
mempertahankan sikap independensi. Ia harus bebas dari semua kepentingan yang
bisa dipandang tidak sesuai dengan integritas maupun objektivitasnya. Tanpa
tergantung efek sebenarnya dari kepentingan itu.
(2)
Harus
melaksanakan tugasnya sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik.
(3)
Harus
memberi penjelasan yang cukup mengenai tujuan pembubuhan tanda tangan untuk
hal-hal yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik.
(4)
Harus
menegaskan bahwa ia tidak menjamin terwujudnya ramalan atau proyeksi, jika ia
melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan ramalan atau proyeksi.
(5)
Dalam
melaksanakan penugasan pemeriksaan laporan keuangan, dilarang menerima imbalan
lain selain honorarium untuk penugasan yang bersangkutan. Honorarium tersebut
tidak boleh tergantung pada manfaat yang akan diperoleh kliennya.
(6)
Harus
memelihara hubungan baik dengan rekan seprofesi. Hal ini terutama berlaku bila
ia mengganti atau diganti oleh rekan seprofesi atau bila ada kebutuhan untuk
bekerjasama.
(7)
Tidak boleh
memberi saran atau pandangan mengenai pendapat atau pemeriksaan akuntan publik
lain tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan rekan yang bersangkutan.
(8)
Dilarang
mengiklankan atau mengizinkan orang lain untuk mengiklankan nama atau jasa yang
diberikannya, kecuali yang sifatnya pemberitahuan.
(9)
Tidak boleh
menawarkan jasanya secara tertulis kepada calon klien, kecuali atas permintaan
calon klien yang bersangkutan.
(10) Dalam usaha memperoleh penugasan, dilarang memberikan imbalan dalam
bentuk apa pun kepada pihak-pihak yang secara langsung atau tidak langsung
turut menentukan penugasan teresebut, kecuali dalam hal pengambilalihan
sebagian atau seluruh pekerjaan akuntan publik lain.
BAB V : PELAKSANAAN KODE ETIK
Pasal 7
(1)
Setiap
anggota wajib menghayati dan mengamalkan kode etik ini dengan penuh rasa
tanggung jawab, baik secara perorangan maupun bersama dengan rekan anggota
lainnya.
(2)
Setiap
anggota harus selalu berusaha untuk saling mengingatkan sesama anggota terhadap
tindakan-tindakan yang dinilai tidak etis.
(3)
Setiap
anggota harus meminta petunjuk dari Komite Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia, dalam
hal adanya masalah etika yang tidak jelas pengaturannya.
(4)
Setiap
anggota harus melaporkan setiap tindakan yang melanggar kode etik ini, sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 8
(1)
Dewan
Pertimbangan Profesi bertugas untuk menjaga ketaatan terhadap kode etik, Tata
cara mengenai Dewan Pertimbangan Profesi diatur dalam ketentuan tersendiri.
(2)
Dalam
menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, Dewan
Pertimbangan Profesi dapat mengenakan sanksi atas pelanggaran kode etik,
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Ikatan
Akuntan Indonesia.
BAB VI : SUPLEMEN DAN PENYEMPURNAAN
Pasal 9
(1)
Komite Kode
Etik akan menerbitkan suplemen yang memperjelas pelaksanaan kode etik ini untuk
masalah-masalah tertentu.
(2)
Untuk
pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud dalam pasal 7 ayat (3). Komite Kode Etik
akam memberikan petunjuk tertulis, yang akan diterbitkan dengan pertanyaan
sebagai interprestasi kode etik.
(3)
Penyempurnaan
kode etik dilakukan oleh kongres.
BAB VII : PENUTUP
Pasal 10
Kode etik
ini mengikat seluruh anggota Ikatan Akuntan Indonesia.
BAB VIII : PENGESAHAN
Pasal 11
(1)
Ketentuan
Kode Etik Akuntan Indonesia ini disahkan dan mulai berlaku sejak tanggal 22
September 1990.
(2)
Ketentuan
Kode Etik Akuntan Indonesia ini ditetapkan sebagai keputusan Kongres IAI ke-6
di Jakarta, tanggal 22 September 1990 jam 14.30 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar